Korupsi atau rasuah (bahasa Latin: corruptio dari kata kerjacorrumpere yang
bermakna busuk, rusak, menggoyahkan,
memutarbalik, menyogok) adalah tindakan pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri, serta pihak lain yang terlibat dalam tindakan
itu yang secara tidak wajar dan tidak legal menyalahgunakan
kepercayaan publik yang dikuasakan kepada mereka untuk mendapatkan keuntungan
sepihak.
Etika Bisnis merupakan cara untuk melakukan
kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan
individu, perusahaan dan juga masyarakat. Etika Bisnis dalam suatu perusahaan
dapat membentuk nilai, norma dan perilaku karyawan serta pimpinan dalam
membangun hubungan yang adil dan sehat dengan pelanggan/mitra kerja, pemegang
saham, masyarakat. Perusahaan meyakini prinsip bisnis yang baik adalah bisnis
yang beretika, yakni bisnis dengan kinerja unggul dan berkesinambungan yang
dijalankan dengan mentaati kaidah-kaidah etika sejalan dengan hukum dan peraturan
yang berlaku. Etika Bisnis dapat menjadi standar dan pedoman bagi seluruh
karyawan termasuk manajemen dan menjadikannya sebagai pedoman untuk
melaksanakan pekerjaan sehari-hari dengan dilandasi moral yang luhur, jujur,
transparan dan sikap yang profesional.
Dampak Korupsi
Korupsi merupakan faktor penghambat
bagi pengembangan demokrasi, menghambat pelaksanaan tugas lembaga-lembaga
publik serta penyalahgunaan sumber daya yang dimiliki baik alam maupun manusia
secara optimal untuk kesejahteraan masyarakat. Korupsi memupuk perilaku
merahasiakan segala sesuatu dan penindasan. Kerahasiaan terlihat dari banyaknya
pelaksanaan program pembangunan yang memiliki permasalahannya masing-masing di
mulai dari pengajuan anggaran yang diperbesar (mark up), penggunaan anggaran
yang diperkecil (mark down), kegiatan fiktif maupun kondisi yang tidak layak
guna. Penindasan dijelaskan dengan kondisi ketidakmampuan masyarakat untuk
menikmati hasil yang telah dilakukan oleh sebuah proses pembangunan.
Pada
tatanan realitas korupsi banyak sekali menimbulkan kerugian dalam bentuk dana
yang cukup besar. Namun lebih dari itu kerugian yang terbesar dari pelaksanaan
korupsi yang terus menerus adalah antara lain terciptanya kemiskinan
struktural, penumpukan ilegal aset-aset pada segelintir orang, dan lebih parah
lagi akan mengakibatkan hilangnya kepercayaan dan rasa hormat kepada
lembaga-lembaga administrasi dan tata kelola pemerintah sehingga menimbulkan
kelemahan otoritas pemerintah terhadap rakyatnya.
Korupsi
sering menghasilkan pilihan-pilihan yang keliru, antara menciptakan
kesejahteraan pribadi dan kelompok dengan kesejateraan masyarakat. Apakah tidak
mungkin dengan terwujudnya kesejahteraan masyarakat akan terwujud kesejahteraan
pribadi dan kelompok ?. Jika kita lihat kondisi kekinian dalam upaya
pemberantasan korupsi saat ini masih bersifat parsial. Pada tatanan
penyelenggara pemerintahan upaya tersebut belum menunjukkan sinergisitas antara
lembaga satu dengan lainnya. Bahkan tak kadang lembaga yang semestinya sebagai
problem solving justru menjadi bagian masalah tersebut. Sedangkan pada tatanan
masyarakat sipil juga belum terlahir sebuah perlawanan yang masif dan
terstruktur untuk membangun koalisi dalam memberantas korupsi. Justru yang
lebih kentara adalah sifat skeptis lebih cenderung merebak.
Korupsi
telah menjadi persoalan bangsa yang menimbulkan krisis multidimensial. Hal ini
harus menjadi perhatian seluruh komponen bangsa dengan membangun komitmen dan
memainkan peranan masing-masing untuk mecegah korupsi terus berkembang. Menurut
Direktur Bank Dunia mengatakan bahwa tingkat kebocoran keuangan di seluruh
dunia yang diakibatkan perilaku korupsi mencapai $ 1000 Miliar dolar setiap
tahunnya. Ternyata persoalan korupsi telah merasuk dan menyebar ke setiap
negara dunia, yang membedakan adalah besaran korupsi yang terjadi dan cara
penangannya
Indonesia saat ini lagi serius dan berkomitmen untuk selalu berupaya secara terus menerus agar korupsi dapat diminimalisir. Walaupun disadari apa yang dilakukan masih jauh dari harapan masyarakat banyak. Keraguan dan keengganan para investor untuk menanamkan ivestasinya di Indonesia yang disebabkan oleh perilaku korupsi dalam bentuk prosedur dan pungutan ilegal baik dari segi waktu dan biaya yang harus dibayar menjadi salah satu alasan yang kerap di ucapkan. Alhasil upaya yang dilakukan untuk menarik para investor datang ke Indonesia belum memberikan hasil yang memuaskan.
Indonesia saat ini lagi serius dan berkomitmen untuk selalu berupaya secara terus menerus agar korupsi dapat diminimalisir. Walaupun disadari apa yang dilakukan masih jauh dari harapan masyarakat banyak. Keraguan dan keengganan para investor untuk menanamkan ivestasinya di Indonesia yang disebabkan oleh perilaku korupsi dalam bentuk prosedur dan pungutan ilegal baik dari segi waktu dan biaya yang harus dibayar menjadi salah satu alasan yang kerap di ucapkan. Alhasil upaya yang dilakukan untuk menarik para investor datang ke Indonesia belum memberikan hasil yang memuaskan.
Contoh
kasus Korupsi yaitu Ali Mochtar
Akil Mochtar yang baru menjabat
sebagai ketua MK sejak 3 April 2013 lalu diduga
melakukan berbagai praktek korupsi. Dugaan tersebut diperkuat dengan berbagai
bukti, diantaranya: Adanya
laporan dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) kepada
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), bukti transfer
sejumlah Rp
100 miliar di rekening CV Ratu Samagat yang komisarisnya
adalah istri dan anak Akil Mochtar, 3 mobil mewah (Audi, Mercedez
dan Toyota) milik akil mochtar, penyitaan uang dengan jumlah Rp
7,2 miliar, dan penerimaan suap Pilkada
kabupaten Gunung Mas dan Lebak. Dari berbagai
bukti yang terungkap tersebut kini KPK telah menetapkan 6 tersangka yaitu Akil
Mochtar sebagai Ketua MK non aktif, Chairunnisasebagai anggota DPR dari Fraksi
Golkar, Hambit Bimit sebagai Kepala Daerah, Cornelis Nalausebagai pengusaha swasta, Tb Chaeri Wardana sebagai pengusaha,
dan Susi
Tur Handayanisebagai pengacara.
sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Korupsi
sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Korupsi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar