Selasa, 05 November 2013

Hubungan Antara Etikia Bisnis Dengan Korupsi

Korupsi atau rasuah (bahasa Latincorruptio dari kata kerjacorrumpere yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok) adalah tindakan pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri, serta pihak lain yang terlibat dalam tindakan itu yang secara tidak wajar dan tidak legal menyalahgunakan kepercayaan publik yang dikuasakan kepada mereka untuk mendapatkan keuntungan sepihak.
Etika Bisnis merupakan cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan dan juga masyarakat. Etika Bisnis dalam suatu perusahaan dapat membentuk nilai, norma dan perilaku karyawan serta pimpinan dalam membangun hubungan yang adil dan sehat dengan pelanggan/mitra kerja, pemegang saham, masyarakat. Perusahaan meyakini prinsip bisnis yang baik adalah bisnis yang beretika, yakni bisnis dengan kinerja unggul dan berkesinambungan yang dijalankan dengan mentaati kaidah-kaidah etika sejalan dengan hukum dan peraturan yang berlaku. Etika Bisnis dapat menjadi standar dan pedoman bagi seluruh karyawan termasuk manajemen dan menjadikannya sebagai pedoman untuk melaksanakan pekerjaan sehari-hari dengan dilandasi moral yang luhur, jujur, transparan dan sikap yang profesional.

Dampak Korupsi
    Korupsi merupakan faktor penghambat bagi pengembangan demokrasi, menghambat pelaksanaan tugas lembaga-lembaga publik serta penyalahgunaan sumber daya yang dimiliki baik alam maupun manusia secara optimal untuk kesejahteraan masyarakat. Korupsi memupuk perilaku merahasiakan segala sesuatu dan penindasan. Kerahasiaan terlihat dari banyaknya pelaksanaan program pembangunan yang memiliki permasalahannya masing-masing di mulai dari pengajuan anggaran yang diperbesar (mark up), penggunaan anggaran yang diperkecil (mark down), kegiatan fiktif maupun kondisi yang tidak layak guna. Penindasan dijelaskan dengan kondisi ketidakmampuan masyarakat untuk menikmati hasil yang telah dilakukan oleh sebuah proses pembangunan. 
            Pada tatanan realitas korupsi banyak sekali menimbulkan kerugian dalam bentuk dana yang cukup besar. Namun lebih dari itu kerugian yang terbesar dari pelaksanaan korupsi yang terus menerus adalah antara lain terciptanya kemiskinan struktural, penumpukan ilegal aset-aset pada segelintir orang, dan lebih parah lagi akan mengakibatkan hilangnya kepercayaan dan rasa hormat kepada lembaga-lembaga administrasi dan tata kelola pemerintah sehingga menimbulkan kelemahan otoritas pemerintah terhadap rakyatnya.

            Korupsi sering menghasilkan pilihan-pilihan yang keliru, antara menciptakan kesejahteraan pribadi dan kelompok dengan kesejateraan masyarakat. Apakah tidak mungkin dengan terwujudnya kesejahteraan masyarakat akan terwujud kesejahteraan pribadi dan kelompok ?. Jika kita lihat kondisi kekinian dalam upaya pemberantasan korupsi saat ini masih bersifat parsial. Pada tatanan penyelenggara pemerintahan upaya tersebut belum menunjukkan sinergisitas antara lembaga satu dengan lainnya. Bahkan tak kadang lembaga yang semestinya sebagai problem solving justru menjadi bagian masalah tersebut. Sedangkan pada tatanan masyarakat sipil juga belum terlahir sebuah perlawanan yang masif dan terstruktur untuk membangun koalisi dalam memberantas korupsi. Justru yang lebih kentara adalah sifat skeptis lebih cenderung merebak.

        Korupsi telah menjadi persoalan bangsa yang menimbulkan krisis multidimensial. Hal ini harus menjadi perhatian seluruh komponen bangsa dengan membangun komitmen dan memainkan peranan masing-masing untuk mecegah korupsi terus berkembang. Menurut Direktur Bank Dunia mengatakan bahwa tingkat kebocoran keuangan di seluruh dunia yang diakibatkan perilaku korupsi mencapai $ 1000 Miliar dolar setiap tahunnya. Ternyata persoalan korupsi telah merasuk dan menyebar ke setiap negara dunia, yang membedakan adalah besaran korupsi yang terjadi dan cara penangannya
Indonesia saat ini lagi serius dan berkomitmen untuk selalu berupaya secara terus menerus agar korupsi dapat diminimalisir. Walaupun disadari apa yang dilakukan masih jauh dari harapan masyarakat banyak. Keraguan dan keengganan para investor untuk menanamkan ivestasinya di Indonesia yang disebabkan oleh perilaku korupsi dalam bentuk prosedur dan pungutan ilegal baik dari segi waktu dan biaya yang harus dibayar menjadi salah satu alasan yang kerap di ucapkan. Alhasil upaya yang dilakukan untuk menarik para investor datang ke Indonesia belum memberikan hasil yang memuaskan.

Contoh kasus Korupsi yaitu Ali Mochtar
Akil Mochtar yang baru menjabat sebagai ketua MK sejak 3 April 2013 lalu diduga melakukan berbagai praktek korupsi. Dugaan tersebut diperkuat dengan berbagai bukti, diantaranya: Adanya laporan dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), bukti transfer sejumlah Rp 100 miliar di rekening CV Ratu Samagat yang komisarisnya adalah istri dan anak Akil Mochtar3 mobil mewah (Audi, Mercedez dan Toyota) milik akil mochtar, penyitaan uang dengan jumlah Rp 7,2 miliar, dan penerimaan suap Pilkada kabupaten Gunung Mas dan Lebak. Dari berbagai bukti yang terungkap tersebut kini KPK telah menetapkan 6 tersangka yaitu Akil Mochtar sebagai Ketua MK non aktif, Chairunnisasebagai anggota DPR dari Fraksi GolkarHambit Bimit sebagai Kepala DaerahCornelis Nalausebagai pengusaha swastaTb Chaeri Wardana sebagai pengusaha, dan Susi Tur Handayanisebagai pengacara.

sumber :  http://id.wikipedia.org/wiki/Korupsi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar